Selasa, 03 November 2015

TEKTONIK PULAU PAPUA KELOMPOK 3 KELAS B (2013)

TUGAS GEOLOGI INDONESIA
                                  

                      TEKTONIK PULAU PAPUA



OLEH:
Kelompok III
Geogarfi B 2013



Muh. Isram Al Saban
Nursang Lageni
Tarmizin
Belafista Hambali
Tri Pujiasih
Israwati





Dosen Pembimbing
Intan Noviantari Manyoe, S.Si., M.T

Program Studi S1 Pendidikan Geografi
Jurusan Ilmu & Teknologi Kebumian
Fakultas Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2015



           Geologi Papua dipengaruhi dua elemen tektonik besar yang saling bertumbukan dan serentak aktif (Gambar 1). Pada saat ini, Lempeng Samudera Pasifik-Caroline bergerak ke barat-baratdaya dengan kecepatan 7,5 cm/th, sedangkan Lempeng Benua Indo-Australia bergerak ke utara dengan kecepatan 10,5 cm/th. Tumbukan yang sudah aktif sejak Eosen ini membentuk suatu tatanan struktur kompleks terhadap Papua Barat (Papua), yang sebagian besar dilandasi kerak Benua Indo-Australia.
            Tektonik Papua Barat, secara umum menunjukkan pola kelurusan barat-timur yang ditunjukan oleh Tinggian Kemum di Kepala Burung dan Central Range di Badan Burung, kedua pola ini dipisahkan oleh Jalur Lipatan Anjakan Lengguru berarah baratdaya-tenggara di daerah Leher Burung dan juga oleh Teluk Cenderawasih
            Daerah Kepala Burung mengalami kompresi ke selatan sejak Oligosen sampai Resen. Kompresi ini merupakan hasil interaksi konvergen miring (oblique) antara Lempeng Benua Indo-Australia dan Lempeng Samudera Pasifik-Caroline (Dow dan Sukamto, 1984). Elemen-elemen struktur utama adalah Sesar Sorong, Blok Kemum – Plateu Ayamaru di utara, Sesar Ransiki, Jalur Lipatan-Anjakan Lengguru dan Cekungan Bintuni dan Salawati di timur dan Sesar Tarera-Aiduna, Antiklin Misool-Onin-Kumawa dan Cekungan Berau di selatan dan baratdaya. Cekungan-cekungan Bintuni, Berau dan Salawati diketahui sebagai cekungancekungan Tersier.
            Sistem sesar sorong memanjang dari daratan Irian Jaya bagian utara yang mengikuti garis pantai melewati Selat Sele dan bagian utara Pulau Salawati. Lebarnya sampai 10 km dan berarah Barat-Baratdaya. Sistem sesar itui berkembang sebagai hasil prosesyang sangat rumit. Strike-slip dan sesar normal berkembang di sepanjang bidang sesar yang terputus-putus. Sungai Warsamson yang berarah timur-barat dan perbukitan sempit yang memanjang di utaranya dipengaruhi oleh sesar dan merupakan batas selatan struktur tersebut (Visser & Hermes, 1962; Hamilton, 1979; Dow & Sukamto, 1984; Piters dkk, 1983).
            Blok Kemum adalah bagian dari tinggian dasar, di batasi oleh Sesar Sorong dan Sesar Ransiki di timur. Dicirikan oleh batuan metamorf, pada beberapa tempat diintrusi oleh granit Permo-Trias. Batas selatannya dicirikan oleh kehadiran sedimen klastik tidak termetamorfosakan berumur Paloezoikum-mesozoikum dan batugamping-batungamping Tersier (Pigram & Sukanta, 1981; Pieters, 1983). Blok Kemum terdangkal pada masa Kenozoikum Akhir dan merupakan daerah sumber sedimentasi utama pengisian sedimen klastik di utara Cekungan Bintuni.
            Cekungan Bintuni merupakan Cekungan Tersier di selatan Blok Kemum, dibagian timurnya dibatasi oleh Jalur Lipatan Anjakan Lengguru. Cekungan ini dipisahkan dari Cekungan Salawati  oleh Paparan Ayamaru dan dari Cekungan Berau oleh Perbukitan Sekak.
            Platau Ayamaru dan Pematang Sekak merupakan tinggian di tengah Kepala Burung, dicrikan oleh sedimen tipis berumur Mesozoikum  dan Tersier. Kedua tinggian ini memisahkan Cekungan Bintuni dan Salawati (Visser & Hermes, 1962; Pigram and Sukanta, 1981).
            Antiklin Misol-Onin-Kumawa merupakan bagian antiklinorium bawah laut yang memanjang dari Pennisula Kumawa sampai ke Pulau Misool (Pigram dkk, 1982).
            Jalur Lipatan Anjakan Lengguru berarah baratdaya-tenggara diperlihatkan oleh suatu seri bentukan ramps  dan thrust. Dibagian selatannya, jalur ini terpotong oleh Zona Sesar Terarah –Aiduna (Hobson, 1987).
            Tanjung Wandama pada arah selatan-tengara, merupakan jalur sesar yang dibatasi oleh batuan metamorf. Daerah ini dapat dibagi menjadi zona metamorfisme derajat tinggi di utara dan derajat rendah di selatan (Pigram dkk, 1982).

            Zona Sesar Terarah-Aiduna merupakan zona sesar mendatar mengiri di daerah selatan leher burung. Jalur Lipatan Anjakan Legguru secara tiba-tiba berakhir di zona berarah barat-timur ini. Sesar ini digambarkan (Hamilton, 1979 dan Pigram dkk, 1982) memotong Palung Aru dan semakin ke barat menjadi satu dengan zona subduksi di Palung Seram.
Periode Oligosen sampai Pertengahan Miosen (35– 5 JT)
            Pada bagian belakang busur Lempeng kontienental Australia terjadi pemekaran yang mengontrol proses sedimentasi dari Kelompok Batugamping New Guinea selama Oligosen – Awal Miosen dan pergerakan lempeng ke arah utara berlangsung cepat dan menerus.
Pada bagian tepi utara Lempeng Samudera Solomon terjadi aktivitas penunjaman, membentuk perkembangan Busur Melanesia pada bagian dasar kerak samudera selama periode 44 – 24 Juta Tahun yang (JT). Kejadian ini seiring kedudukannya dengan komplek intrusi yang terjadi pada Oligosen – Awal Miosen  seperti yang terjadi di Kepatusan Bacan, Komplek Porphir West Delta – Kali Sute di Kepala Burung Papua.  Selanjutnya pada Pertengahan Miosen terjadi pembentukan ophiolit pada bagian tepi selatan Lempeng Samudera Solomon dan pada bagian utara dan Timur Laut Lempeng Australia. Kejadian ini membentuk Sabuk Ofiolit Papua dan pada bagian kepala Burung Papau diekspresikan oleh adanya Formasi Tamrau. Pada Akhir Miosen terjadi aktivitas penunjaman pada Lempeng Samudera Solomon ke arah utara, membentuk Busur Melanesia dan ke arah selatan masuk ke lempeng Australia membentuk busur Kontinen Calc Alkali Moon – Utawa dan busur Maramuni di New Guinea.
Periode Miosen Akhir – Plistosen (15 – 2 JTL)
            Mulai dari Miosen Tengah bagian tepi utara Lempeng Australia di New Guinea sangat dipengerahui oleh karakteristik penunjaman dari Lempeng Solomon. Pelelehan sebagian ini  mengakibatkan pembentukan Busur Maramuni dan Moon-Utawa yang diperkirakan *berusia 18 – 7 Juta Tahun. Busur Vulkanik   Moon ini merupakan tempat terjadinya prospek emas sulfida ephitermal dan logam dasar seperti di daerah Apha dan Unigolf,  sedangkan  Maramuni di utara, Lempeng Samudera Solomon menunjam terus di bawah Busur Melanesia mengakibatkan adanya penciutan ukuran selama Miosen Akhir.
            Pada 10 juta tahun yang lalu, pergerakan lempeng Australia terus berlanjut dan pengrusakan pada Lempeng Samudra Solomon terus berlangsung mengakibatkan tumbukan di perbatasan bagian utara dengan Busur Melanesia. Busur tersebut terdiri dari gundukan  tebal busur  kepulauan Gunung Api dan sedimen depan busur membentuk bagian “Landasan Sayap Miosen” seperti yang diekspresikan oleh Gunung Api Mandi di Blok Tosem dan Gunung Api Batanta dan Blok Arfak.  Kemiringan tumbukan ini mengakibatkan kenampakan berbentuk sutur antara  Busur Melanesia dan bagian tepi utara Lempeng Australia yang diduduki oleh  Busur Gunung Api Mandi dan Arfak terus berlangsung terus hingga 10 juta tahun yang lalu dan merupakan akhir dan penunjaman dan perkembangan dari busur Moon – Utawa. Kenampakan seperti jahitan ditafsirkan dari bentukan tertutup dari barat ke timur mulai dari Sorong, Koor, Ransiki, Yapen,  dan Ramu – Zona Patahan Markam. Pasca tumbukan gerakan mengiri searah kemiringan  ditafsirkan terjadi sepanjang Sorong, Yapen, Bintuni dan  Zona Patahan Aiduna, membentuk kerangka tektonik di daerah Kepala Burung. Hal ini diakibatkan oleh pergerakan  mencukur dari kepala tepi utara dari Lempeng Australia. Kejadian yang berasosiasi dengan tumbukan busur Melanesia ini menggambarkan bahwa pada Akhir  Miosen usia bagian barat lebih muda dibanding dengan bagian timur. Intensitas perubahan ke arah kemiringan tumbukan semakin bertambah ke arah timur.
            Akibat tumbukan tersebut memberikan perubahan yang sangat signifikan di bagian cekungan paparan di bagian selatan dan mengarahkan mekanisme perkembangan Jalur Sesar Naik Papua. Zona Selatan tumbukan yang berasosiasi dengan sesar serarah kemiringan konvergensi  antara pergerakan ke utara lempeng Australia dan pergerakan ke barat lempeng Pasifik  mengakibatkan terjadinya resultante NE-SW tekanan deformasi. Hal itu mengakibatkan  pergerakan evolusi tektonik Papua cenderung ke arah Utara – Barat sampai sekarang. Kejadian tektonik singkat yang penting adalah peristiwa pengangkatan yang diakibatkan oleh tumbukan dari busur kepulauan Melanesia. Hal ini digambatkan oleh irisan stratigrafi di bagian mulai dari batuan dasar yang ditutupi suatu sekuen dari bagian sisi utara Lempeng Australia yang membentuk Jalur Sesar Naik Papua. Bagian tepi utara dari jalur sesar naik ini dibatasi oleh batuan metamorf dan teras ophilite yang menandai kejadian pada Miosen Awal. Perbatasan bagian selatan dari sesar naik ini ditandai oleh  adanya batuan dasar Precambrian yang terpotong di sepanjang Jalur Sesar Naik. Jejak mineral apatit memberikan gambaran bahwa terjadi peristiwa pengangkatan dan peruntuhan secara cepat pada 4 – 3,5 juta tahun yang lalu (Weiland, 1993).
            Selama Pliosen (7 – 1 juta tahun yang lalu) Jalur lipatan papua dipengaruhi oleh tipe magma I – suatu tipe magma yang kaya akan komposisi potasium kalk alkali yang menjadi sumber mineralisasi Cu-Au yang bernilai ekonomi di Ersberg dan Ok Tedi. Selama pliosen (3,5 – 2,5 JTL) intrusi pada zona tektonik dispersi di kepala burung terjadi pada bagian pemekaran sepanjang batas graben. Batas graben ini terbentuk sebagai respon dari peningkatan beban tektonik di bagian tepi utara lempeng Australia yang diakibatkan oleh adanya pelenturan dan pengangkatan dari bagian depan cekungan sedimen yang menutupi landasan dari Blok Kemum.    Menurut Smith (1990),   Sebagai akibat  benturan lempeng Australia dan Pasifik adalah terjadinya penerobosan batuan beku dengan komposisi sedang kedalam batuan sedimen diatasnya yang sebelumnya telah mengalami patahan dan perlipatan. Hasil penerobosan itu selanjutnya mengubah batuan sedimen dan mineralisasi dengan t*mbaga yang berasosiasi dengan emas dan perak. Tempat – tempat konsentrasi cebakan logam yang berkadar tinggi diperkiraakan terdapat pada lajur Pegunungan Tengah Papua mulai dari komplek Tembagapura (Erstberg, Grasberg , DOM, Mata Kucing, dll), Setakwa, Mamoa, Wabu, Komopa – Dawagu, Mogo  Mogo – Obano, Katehawa, Haiura, Kemabu, Magoda, Degedai, Gokodimi, Selatan Dabera, Tiom, Soba-Tagma, Kupai, Etna Paririm Ilaga. Sementara di daerah Kepala Burung terdapat di Aisijur dan Kali Sute.  Sementara itu dengan adanya busur kepulauan gunungapi (Awewa Volkanik Group) yang terdiri dari :Waigeo Island (F.Rumai) Batanta Islamd (F.Batanta), Utara Kepala Burung (Mandi & Arfak Volc), Yapen Island (Yapen Volc), Wayland Overhrust (Topo Volc), Memungkinkan terdapatnya logam, emas dalam bentuk nugget.

Referensi :
Demi Nawipa, Jr, 2012. Skripsi Geologi Muda UNIPA


TEKTONIK PULAU MALUKU KELOMPOK 3 KELAS B

TUGAS GEOLOGI INDONESIA
                                  
                     TEKTONIK PULAU MALUKU


OLEH:
Kelompok III
Geogarfi B 2013



Muh. Isram Al Saban
Nursang Lageni
Tarmizin
Belafista Hambali
Tri Pujiasih
Israwati





Dosen Pembimbing
Intan Noviantari Manyoe, S.Si., M.T

Program Studi S1 Pendidikan Geografi
Jurusan Ilmu & Teknologi Kebumian
Fakultas Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2015



             Pulau Maluku dan pulau-pulau disekitarnya yang ada di Indonesia bagian Timur termasuk ke dalam sistem pertemuan 3 (tiga) lempeng yaitu lempeng Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Samudera Philipina (Hamilton, 1979). Bagian Utara Halmahera merupakan lempeng Samudera Philipina yang menunjam di bawah Philipina sepanjang palung Philipina yang merupakan suatu konfigurasi busur kepulauan sebagai hasil tabrakan lempeng di bagian barat Pasifik. Pulau ini dicirikan dengan Double Arc System dibuktikan dengan adanya endapan vulkanik di lengan barat dan nonvulkanik di lengan timur.
            Secara geologi dan tektonik Maluku cukup unik, karena pulau ini terbentuk dari pertemuan 3 lempeng, yaitu Eurasia, Pasifik dan Indo-Australia yang terjadi sejak zaman kapur. Di selatan Halmahera pergerakan miring sesar Sorong kea rah barat bersamaan dengan Indo-Australia struktur lipatan berupa sinklin dan antiklin terlihat jelas pada Formasi Weda yang berumur Miosen Tengah-Pliosen Awal. Sumbu lipatan berarah Utara-Selatan, Timur Laut - Barat Daya, dan Barat Laut-Tenggara.
            Struktur sesar terdiri dari sesar normal dan sesar naik umumnya berarah Utara-Selatan dan Barat Laut-Tenggara. Kegiatan tektonik dimulai pada Kapur Awal dan Awal Tersier, ketidakselarasan antara batuan berumur Paleosen-Eosen dengan batuan berumur Eosen-oligosen Awal, mencerminkan kegiatan tektonik sedang berlangsung kemudian diikuti kegiatan gunung api. Sesar naik akibat tektonik terjadi pada jaman Eosen-Oligosen. Tektonik terakhir terjadi pada jaman Holosen berupa pengangkatan terumbu dan adanya sesar normal yang memotong batugamping. 
            Kawasan Maluku Utara adalah kawasan yang didominasi oleh perairan, dengan perbandingan luas daratan dan laut adalah 1 : 3. Kawasan ini terdiri atas 353 pulau dengan luas kira-kira 32.000 km², yang tersebar di atas perairan seluas 107.381 km². Gugusan kepulauan di kawasan Maluku Utara terbentuk oleh relief-relief yang besar, Palung-palung samudra, dan Punggung Pegunungan yang sangat mencolok saling bersambung silih berganti. Secara umum struktur fisiografi kawasan Maluku Utara terbentuk dari zona pertemuan dua sistem bentang alam. Kedua sistem bentang alam tersebut antara lain adalah Sistem Bentang Alam Sangihe dan Sistem Bentang Alam Ternate, dengan batasnya adalah Cekungan Celebes di barat dan Cekungan Halmahera di timur.
             Zona benturan Laut Maluku merupakan bagian yang paling rumit di kawasan  ini. Lempeng  Laut  Maluku,  yaitu  sebuah  lempeng  benua  kecil mengalami tumbukan ke Palung Sangihe di bawah Busur Sangihe di barat dan ke arah timur di bawah Halmahera, sedangkan di sebelah selatannya terikat oleh Patahan Sorong.
            Busur dalam Halmahera yang bersifat vulkanis berkembang di sepanjang pantai barat Halmahera dan menghasilkan pulau-pulau lautan yang bersifat vulkanis, antara lain adalah : Ternate, Tidore, Makian dan Moti. Mare terbentuk dari material vulkanis yang terangkat, sedangkan Kayoa berasal dari terumbu karang yang terangkat. Mayu dan Tifore yang terletak di sepanjang gigir tengah Laut Maluku yang meninggi merupakan keping Melange aktif .
            Pulau Halmahera dan pulau-pulau disekitarnya yang ada di Indonesia bagian Timur termasuk ke dalam sistem pertemuan 3 (tiga) lempeng yaitu lempeng Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Samudera Philipina (Hamilton, 1979). Bagian Utara Halmahera merupakan lempeng Samudera Philipina yang menunjam di bawah Philipina sepanjang palung Philipina yang merupakan suatu konfigurasi busur kepulauan sebagai hasil tabrakan lempeng di bagian barat Pasifik. Pulau ini dicirikan dengan Double ArcSystem dibuktikan dengan adanya endapan vulkanik di lengan barat dan nonvulkanik di lengan timur.
            Di selatan Halmahera pergerakan miring sesar Sorong ke arah barat bersamaan dengan Indo-Australia struktur lipatan berupa sinklin dan antiklin terlihat jelas pada formasi Weda yang berumur Miosen Tengah-Pliosen Awal. Sumbu lipatan
            Struktur sesar terdiri dari sesar normal dan sesar naik umumnya berarah Utara-Selatan dan Barat Laut-Tenggara. Kegiatan tektonik dimulai pada Kapur Awal dan Awal Tersier, ketidakselarasan antara batuan berumur Paleosen-Eosen dengan batuan berumur Eosen-oligosen Awal, mencerminkan kegiatan tektonik sedang berlangsung kemudian diikuti kegiatan gunung api. Sesar naik akibat tektonik terjadi pada jaman Eosen- Oligosen. Tektonik terakhir terjadi pada jaman Holosen berupa pengangkatan terumbu dan adanya sesar normal yang memotong batu gamping.

Referensi :
(diakses tanggal 28 Oktober 2015 )




TEKTONIK KEPULAUAN NUSA TENGGARA KELOMPOK 3 KELAS B

TUGAS GEOLOGI INDONESIA


             TEKTONIK KEPULAUAN NUSA TENGGARA


OLEH:
Kelompok III
Geogarfi B 2013



Muh. Isram Al Saban
Nursang Lageni
Tarmizin
Belafista Hambali
Tri Pujiasih
Israwati





Dosen Pembimbing
Intan Noviantari Manyoe, S.Si., M.T

Program Studi S1 Pendidikan Geografi
Jurusan Ilmu & Teknologi Kebumian
Fakultas Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2015



           Secara geologi, kebanyakan pulau-pulau penyusun Nusa Tenggara muda umurnya, dari 1-15 juta tahun saja (Audley-Charles, 1987) dan terjadi sebagai pulau-pulau oseanik yang tak pernah terjadi berhubungan dengan massa kontinen besar. Pulau-pulau ini terjadi di tempat sebagai busur kepulauan akibat proses subduksi antara lempeng samudera Hindia dengan lempeng samudera di sebelah timur-tenggara Sunda-land. Pulau-pulau di Nusa Tenggara mengikuti dua busur, bagian timur Busur Sunda (Bali, Lombok, Sumbawa, Flores bagian barat), dan bagian barat Busur Banda (Flores bagian timur, Alor, Wetar, Romang, Damar, Teun, Nila, Serua). Di mana batas ini sesungguhnya masih diperdebatkan. Sumba merupakan blok ekslusif dalam hal ini. Uniknya, susunan dua busur ini diikuti pula oleh dua sistem palung yang berbeda. Palung yang berasosiasi dengan Busur Sunda adalah Palung Sunda (Sunda Trench) di selatan Bali-Sumbawa yang menunjam membentuk palung dengan kedalaman 6 km. Di sini lempeng samudera Hindia menunjam ke bawah Nusa Tenggara. Sistem palung ini berhenti di sebelah selatan Pulau Sumba. Lalu sistem palung berkitnya adalah Palung Timor (Timor Trough), yang dimulai di sebelah selatan Pulau Sumba ke arah timurlaut. Di sini lempeng benua Australia menunjam di bawah Nusa Tenggara dan Timor-Tanimbar sampai kedalaman 3 km. Perhatikan perbedaan istilah dalam bahasa Inggris untuk trench dan trough ini – itu memegang arti tersendiri dalam tektonik, yang tak nampak dalam istilah Indonesia yang menjadi satu (palung).
Bila subduksi lempeng samudera Hindia di Palung Sunda telah membentuk pulau-pulau volkanik busur kepulauan Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Alor, Wetar, Romang, Damar, Teun, Nila, dan Serua; maka penunjaman lempeng benua Australia di Palung Timor-Tanimbar telah membentuk pulau-pulau nonvolkanik yang disusun oleh mélange dimulai dari Rote, Timor, dan Tanimbar. Dua sistem busur kepulauan ini telah membentuk dua sistem busur kepulauan, yaitu busur kepulauan sebelah dalam yang volkanik – inner volcanic island arc (Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Alor, Wetar, Romang, Damar, Teun, Nila, dan Serua) dan busur kepulauan sebelah luar yang nonvolcanic – outer nonvolcanic island arc (Rote, Timor, Tanimbar).
Meskipun demikian, perlu diketahui bahwa pembagian menjadi dua sistem busur kepulauan ini hanya penyederhanaan. Evolusi busur kepulauan dalam yang volkanik mulai dari Flores bagian timur sampai Serua (Busur Banda) lebih kompleks daripada Busur Sunda (Bali, Lombok, Sumbawa, Flores bagian barat). Pulau-pulau volkanik Busur Banda sejak Pliosen (5 juta tahun yang lalu) berada di belakang sistem penunjaman Palung Timor, dan ini telah memengaruhi karakter tektonik dan volkanisme pulau-pulau ini yang berhubungan dengan adanya lempeng samudera tua yang terletak di depan lempeng benua Australia yang terseret masuk ke dalam Palung Timor.
            Sesunguhnya, banyak pulau di Nusa Tenggara baru muncul di antara 10-1 juta tahun yang lalu. Pulau-pulau yang membentuk busur kepulauan sebelah dalam yang volkanik (Bali, Lombok, Sumbawa, Komodo, Flores, Solor, Adonara, Lomblen, Pantar, Alor, Atauro, Wetar, Romang, Damar, Teun, Nila, Serua, Manuk) merupakan pulau-pulau volkanik muda yang terjadi dan muncul di permukaan pada Miosen Akhir-Pliosen. Pulau-pulau volkanik ini sering mempunyai batugamping terumbu di tepinya, atau material sedimen lainnya yang dierosi dari badan utama pulau dan tumbuh di antara lidah-lidah lava atau bentuk ekstrusi lainnya. Lombok dan Sumbawa merupakan pulau-pulau di Busur Sunda yang paling timur, sebagian ada yang mengatakan Komodo dan Flores bagian barat merupakan kelanjutannya meskipun bisa diperdebatkan. Diskontinuitas antara Busur Sunda dan Busur Sumba dipisahkan oleh Sumba Fracture. Menarik mengkaji lebih jauh Pulau Komodo di “junction” antara dua sistem busur ini dan posisi Pulau Sumba di sebelah selatannya.
Secara umum, dari Bali ke Lombok, ke Sumbawa dan terus sampai ke timurnya umur batuannya yang ekivalen secara litologi semakin muda umurnya. Ini menunjukkan bahwa pembentukan pulau-pulau Nusa Tenggara dimulai dari barat ke timur.

Di pulau-pulau busur dalam, dua sistem perbukitan atau pegunungan terjadi, yaitu perbukitan/pegunungan volkanik yang lebih tua (Mio-Pliosen) yang sudah tererosi dalam/lanjut dicirikan dengan punggungan-punggungan sempit tererosi dalam, daan gunung-gunungapi muda Kuarter (Plistosen-Holosen) dengan bentuk-bentuk yang klasik mengerucut. Hal ini terjadi sebagai akibat perkembangan busur volkanik mengikuti zona subduksi yang menerus. Pada awalnya, subduksi menghasilkan pegunungan volkanik yang umumnya terdapat di selatan pulau-pulau Bali, Lombok, Sumbawa. Kemudian subduksi yang berlanjut disertai perubahan sudut penunjaman zona Benioff yang melandai daripada sebelumnya menghasilkan gunung-gunungapi Kuarter di sebelah utara pulau-pulau ini. Kasus ini sama seperti dengan yang terjadi di Jawa, Pegunungan Selatan Jawa adalah pegunungan volkanik yang lebih tua, dan yang lebih mudanya sampai dengan yang Kuarter sekarang bergerak ke utara. Tetapi hal ini tidak terjadi mulai dari Flores ke sebelah timurnya.
Contoh yang lebih detail tentang kasus di atas diambilkan contohnya untuk Lombok dan Sumbawa. Di kedua pulau ini, batuan-batuan volkanik tua (Mio-Pliosen) ada di selatan, sementara gunung-gunungapi Kuarter ada di sisi utara (Rinjani, Tambora, Satonda, Sangeang Api). Seperti di Jawa, pegunungan volkanik tua ini pun diperkirakan terjadi sebagai jalur volkanik bawahlaut karena intensifnya endapan batugamping yang terjadi bersamaan dengan batuan volkanik. Saat ini batugamping dan konglomerat yang merupakan asosiasi pegunungan volkanik tua membentuk tebing-tebing pantai berbatu, misalnya di dekat Kuta dan Blongas di selatan Lombok, atau tinggian Taliwang di baratdaya Sumbawa yang disusun oleh batugamping koral yang menumpu atas batuan volkanik andesitik tua. Kemudian pada Kuarter, seiring melandainya sudut penunjaman lempeng samudera Hindia di bawah pulau-pulau ini, terbentuklah jalur volkanik Kuarter yang kini membentuk gunung-gunungapi aktif di bagian utara pulau (sejak dari Gunung Agung di Bali, kemudian Rinjani, Tambora –juga Satonda, dan Sangeang Api). Di antara dua sistem pegunungan volkanik yang tua di selatan dan jalur volkanik Kuarter di utara, di tengahnya terbentuk dataran (central plains) yang menampung material hasil erosi dari perbukitan di selatan dan gunungapi Kuarter di utara. Wilayah dataran di tengah pulau-pulau ini merupakan wilayah yang sangat subur bagi pertanian.
            Sementara pulau-pulau ke sebelah timur dari Sumbawa, mulai dari Komodo, lebih kompleks geologinya sebab mempunyai sejarah tektonik yang berbeda. Keberadaan elemen tektonik yang besar di utara pulau-pulau ini, Flores Thrust dan Wetar Thrust, ikut memperumit geologinya.

Referensi :




TEKTONIK PULAU BALI KELOMPOK 3 KELAS B (2013)

TUGAS GEOLOGI INDONESIA


                         TEKTONIK PULAU  BALI


OLEH:
Kelompok III
Geogarfi B 2013



Muh. Isram Al Saban
Nursang Lageni
Tarmizin
Belafista Hambali
Tri Pujiasih
Israwati





Dosen Pembimbing
Intan Noviantari Manyoe, S.Si., M.T

Program Studi S1 Pendidikan Geografi
Jurusan Ilmu & Teknologi Kebumian
Fakultas Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2015


           Indonesia terletak antara tiga pertemuan lempeng besar, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik. Pulau Bali dan sekitarnya merupakan bagian dari seismotektonik Indonesia. Daerah ini dilalui jalur pegunungan Mediteranian dan adanya zona subduksi akibat pertemuan antara Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia. Batas pertemuan ini berupa palung lautan (Oceanic Trench) disebelah selatan gugusan pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.
            Pulau Bali merupakan salah satu kawasan dengan tingkat seismisitas yang tinggi karena dipengaruhi oleh 2 generator utama gempabumi yaitu zona subduksi di bagian selatan dan aktifitas Back Arc Thrust di bagian utara. Pada studi penelitian ini diterapkan tomografi travel time gelombang P untuk mencitrakan struktur bawah permukan daerah Bali menggunakan 130 event gempabumi dangkal yang tercatat pada 6 stasiun Jaringan Ina Tews BMKG periode 2009 – 2014. Pemodelan forward dan invers dilakukan secara iteratif sehingga diperoleh sebuah model kecepatan dengan nilai travel time hasil perhitungan yang paling sesuai dengan nilai travel time observasi. Berdasarkan uji resolusi checkerboard didapatkan nilai resolusi tomogram sebesar 0.50x0.50. Citra tomogram kecepatan gelombang P menunjukkan nilai yang relatif besar berada di wilayah selatan karena daerah tersebut mengalami kompresi akibat tumbukan Lempeng Indo-Australia terhadap Eurasia. Kecepatan rendah berada pada bagian utara membujur arah barat laut – tenggara berasosiasi dengan struktur Back Acr Thrust.
            Pergerakan Lempeng Indo-Australia kearah Lempeng Eurasia pertama kali di estimasi melelui penelitian Global Positioning System (GPS) pada tahun 1989 yang mehasilkan bahwa gerakan relative pulau Chrismast yang berada di lempeng Indo-Australia terhadap Jawa Barat yang berada di lempeng Eurasia sebesar 67±7 mm/tahun dengan arah N11°E±4° (Tregoning et al, 1994), hasil ini mendekati hasil yang dihitung secara teoritis dengan menggunakan model NUVEL-1 yaitu sebesar 71 mm/tahun dengan arah lebih ke utara dari N20°E±3° (DeMets et al, 1990). Maka dengan kondisi yang demikian akan mengakibatkan Pulau Bali sebagai salah satu daerah yang mempunyai tingkat kegempaan yang cukup tinggi berkaitan dengan subduksi lempeng dibawah Paparan sunda dan aktifitas tepi benua Australia serta kelanjutan garis Busur Sunda kearah timur yang bertemu dengan Busur Banda. Dampak dari pergerakan lempeng-lempeng ini adalah adanya tipe-tipe tektonik yang merupakan ciri dari sistem sunduksi, yaitu palung laut, zona Benioff, cekungan busur luar, foreland basin, dan jalur pegunungan. Dibawah Pulau Bali terdapat zona gempa bumi berupa slab dengan kedalaman 100 Km dan kemiringannya mencapai 65° dengan jangkauan sampai kedalaman 650 Km dibawah bagian utara Pulau Bali.
            Wilayah Pulau Bali merupakan bagian dari kerangka sistem tektonik Indonesia yaitu zona pertemuan lempeng tektonik, dimana lempeng Indo- Australia menyusup di bawah lempeng Eurasia secara konvergen. Proses subduksi tersebut menghasilkan efek berupa struktur geologi sesar aktif di wilayah Pulau Bali dan sekitarnya, sehingga Pulau Bali termasuk kategori kawasan dengan tingkat aktifitas kegempaan yang tinggi. Berdasarkan keadaan tektonik tersebut aktifitas kegempaan di daerah Pulau Bali sangat dipengaruhi oleh dua generator gempabumi yaitu aktifitas subduksi lempeng dan aktifitas sesar naik di belakang busur atau biasa disebut (Back Arc Thrust)
            Pada Jalur Benioff dijumpai batuan-batuan beku dengan susunan alkalin beserta hasil kegiatan vulkanik (gunung api). Adanya puncak (slope kontinen yang naik) dari Palung Jawa-Bali dan dibentuk oleh imbrikasi sedimen dan mélange dengan sesar naik sebagai cirri-ciri structural utama pada daerah punggung busur luar (outer arc ridge). Cekungan busu luar (outer arc basin) memanjang diantara punggung busur luar dan busur vulkanik.
(Sumber: Made Suprajaya, BMKG) - See more at:
http://balai3.denpasar.bmkg.go.id/tentang-gempa (diakses tanggal 02 November 2015)
Siti Hidayatunnisak, 2014. Studi Tomografi Seismik Untuk Menentukan Model Kecepatan Gelombang P Daerah Bali.



TEKTONIK PULAU SULAWESI KELOMPOK 3 KELAS B (2013)

TUGAS GEOLOGI INDONESIA


                    TEKTONIK PULAU SULAWESI


OLEH:
Kelompok III
Geogarfi B 2013



Muh. Isram Al Saban
Nursang Lageni
Tarmizin
Belafista Hambali
Tri Pujiasih
Israwati





Dosen Pembimbing
Intan Noviantari Manyoe, S.Si., M.T

Program Studi S1 Pendidikan Geografi
Jurusan Ilmu & Teknologi Kebumian
Fakultas Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2015




            Pulau Sulawesi terletak pada zona pertemuan diantara tiga pergerakan lempeng besar yaitu pergerakan lempeng Hindia Australia dari selatan dengan kecepatan rata 7 cm/tahun, lempemg Pasifik dari timur dengan kecepatan sekitar 6 cm/tahun dan lempeng Asia bergerak relatif pasif ke tenggara. Posisi Sulawesi yang berada pada kawasan lempeng tektonik microplate sangat rawan terhadap gerakan dan benturan ketiga lempeng bumi tersebut yang akan menimbulkan fenomena geologi dan dampak merugikan pada kehidupan manusia, terutama ancaman gempa dan tsunami yang disetiap saat dapat terjadi. Perkembangan tektonik di kawasan Pulau Sulawesi berlangsung sejak zaman Tersier hingga sekarang, sehingga Pulau Sulawesi termasuk daerah teraktif di Indonesia dan mempunyai fenomena geologi yang kompleks dan rumit. Manifestasi tektonik yang ditimbulkan berupa patahan dan gunungapi, seperti patahan Walanae (Sulawesi Selatan), Palu Koro (dari Flores, Palu hingga Selat Makassar), Patahan Gorontalo, patahan Batui (Sulawesi Tengah), patahan naik Selat Makassar dan patahan Matano, Lawanoppo dan Kolaka (Sulawesi Tenggara). Dari fenomena geologi dan tektonik tersebut di atas, maka di kawasan Pulau Sulawesi terdapat beberapa daerah rawan terhadap bencana terutama masalah gempa dan tsunami, seperti daerah-daerah yang berada pada jalur Patahan Walanae, Palu Koro, Selat Makassar terutama bagian tengah dan utara, perpotongan antara patahan Kolaka dan Palu Koro, patahan Gorontalo, Batui, Matano dan patahan Kolaka. Daerah-daerah yang harus mendapat perhatian dan harus diwaspadai adalah daerah perpotongan atau persinggungan di antara patahan, karena di daerah ini gempa dapat bergenerasi dan berpotensi menimbulkan bencana geologi. Sebagai contoh, gempa yang terjadi di Makassar pada tanggal 12 Desember 2010 dengan kekuatan 5,9 SR pusat gempa terletak 232 km ke arah baratdaya Makassar, berada pada daerah perpotongan patahan Selat Makassar dengan patahan Laut Flores Barat.
               Perkembangan tektonik di kawasan Pulau Sulawesi berlangsung sejak zaman Tersier hingga sekarang, sehingga bentuknya yang unik menyerupai huru “K”, dan termasuk daerah teraktif di Indonesia, mempunyai fenomena geologi yang kompleks dan rumit. Manifestasi tektonik yang ditimbulkan berupa patahan dan gunungapi dapat menibulkan gempa, tsunami dan bencana geologi lainnya.
           Secara tektonik/struktur dan sejarah perkembangannya, Pulau Sulawesi dibagi dalam 4 (empat) mintakat geologi (Endarto dan Surono, 1991) yaitu busur volkanik Sulawesi Barat, kontinental kerak Banggai Sula, oseanik kerak Sulawesi Timur dan kompleks metamorf Sulawesi Tengah. Keempat mintakat tersebut dipisahkan oleh batas – batas tektonik yang saling mempengaruhi satu sama lain
Sehubungan dengan kejadian gempa dan tsunami akibat aktivitas tektonik diatas, maka ada beberapa daerah yang harus diwaspadai yaitu pada daerah perpotongan atau persinggungan diantara patahan, karena pada dasarnya di daerah inilah gempa dapat bergenerasi dan berpotensi menimbulkan bencana geologi.
            Secara tektonik Pulau Sulawesi dibagi dalam empat mintakat yang didasari atas sejarah pembentukannya yaitu Sulawesi Barat, Sulawesi Timur, Banggai-Sula dan Sulawesi Tengah yang bersatu pada kala Miosen – Pliosen oleh interaksi antara lempeng Pasifik, Australia tehadap lempeng Asia.
            Interaksi ketiga lempeng tersebut memberikan pengaruh cukup besar terhadap kejadian bencana alam geologi di Sulawesi pada umumnya dalam wujud gempa bumi, tsunami, gerakan tanah, gunungapi dan banjir yang senantiasa terjadi seiring dengan berlangsungnya aktivitas tektonik.
            Terletak di laut Sulawesi sebelah utara Pulau Sulawesi memanjang dari barat ke timur. Subduksi lempeng ini menunjam masuk ke selatan di bawah Sulawesi Utara dan Gorontalo. Subduksi lempeng laut Sulawesi yang aktif diduga membentuk gunungapi Una-una dan deretan gunungapi Manado-Sangihe. Zona subduksi lempeng Laut Maluku terbentang di utara Sulawesi dari utara ke selatan di sebelah timur Manado. Lempeng Laut Maluku menunjam ke barat masuk di bawah busur Manado-Sangihe, berhubungan dengan volkanisme dan gempa di kawasan ini. Patahan-patahan yang terdapat di sulawesi, yaitu :
1. Patahan Walanae
            Patahan Walanae berada di bagian selatan Sulawesi Selatan membentang dari selatan (sebelah timur Pulau Selayar) ke utara melalui Bulukumba, Sinjai, Bone, Soppeng, Sidrap, Pinrang dan Majene - Mamuju dan berakhir di Selat Makassar. Sifat pergerakan adalah sinistral atau mengiri. Patahan Walanae merupakan percabangan dari lanjutan patahan Palu-Koro yang melalui Teluk Bone dan di ujung baratlaut menerus hingga patahan Paternoster di Selat Makassar.
2. Patahan Palu-Koro
            Patahan Palu-Koro memanjang dari utara (Palu) ke selatan (Malili) hingga teluk bone sepanjang ± 240 km. Bersifat sinistral dan aktif dengan kecepatan sekitar 25-30 mm/tahun (Kertapati, 2001 dan Permana, 2005). Patahan Palu-Koro berhubungan dengan patahan Matano-Sorong dan Lawanoppo-Kendari, sedang di ujung utara melalui Selat Makassar berpotongan dengan zona subduksi lempeng Laut Sulawesi.
3. Patahan Matano dan Lawanoppo
            Patahan Matano dan Lawanoppo berpotongan atau menyatu di ujung utara dengan patahan Palu-Koro, yang mendapat energi dari perpanjangan patahan Sorong dan Tukang Besi di Laut Banda. Kedua patahan ini bersifat sinistral dan aktif, berhubungan dengan pembentukan danau Matano, Towuti dan beberapa depresi kecil lainnya.
4. Patahan Kolaka
            Dampak dari pada perkembangan tektonik Kuarter Laut Banda membentuk patahan geser Kolaka yang bersifat sinistral dan aktif. Patahan ini memanjang dari tenggara ke baratlaut melalui Kolaka hingga Teluk Bone memotong patahan Palu-koro (bawah laut) berlanjut ke kota Palopo ke arah puncak Palopo-Toraja.
5. Patahan Paternoster
            Patahan ini terbentang memanjang dari tenggara ke baratlaut di Selat Makassar bersifat destral (menganan) dan aktif. Patahan ini berhubungan dengan patahan Walanae di daratan Sulawesi. Pada bagian selatannya sejajar dengan patahan Flores Barat yang memotong patahan naik Selat Makassar yang juga sifatnya destral.
6. Patahan Gorontalo
            Patahan Gorontalo terbentang melalui kota Gorontalo dari tenggara ke baratlaut. Pembentukannya berhubungan dengan keaktifan subduksi lempeng Laut Sulawesi. Sifatnya destral dan aktif.
7. Patahan naik (thrust) Batui-Balantak
            Patahan Batui-Balantak terbentuk oleh pengaruh pergerakan lempeng Pasifik Barat ke barat melalui patahan Sorong dan Matano membentuk patahan naik yang aktif.
8. Subduksi lempeng Laut Sulawesi
            Terletak di laut Sulawesi sebelah utara Pulau Sulawesi memanjang dari barat ke timur. Subduksi lempeng ini menunjam masuk ke selatan di bawah Sulawesi Utara dan Gorontalo. Subduksi lempeng laut Sulawesi yang aktif diduga membentuk gunungapi Una-una dan deretan gunungapi Manado-Sangihe.
9. Subduksi lempeng Laut Maluku
            Zona subduksi lempeng Laut Maluku terbentang di utara Sulawesi dari utara ke selatan di sebelah timur Manado. Lempeng Laut Maluku menunjam ke barat masuk di bawah busur Manado-Sangihe, berhubungan dengan vulkanisme dan gempa di kawasan ini.

Referensi :
Hutagalung, Ronald. 2011. Perkembangan Tektonik Dan Implikasinya Terhadap Potensi Gempa Dan Tsunami Di Kawasan Pulau Sulawesi. http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/22/Tektonik%20Tsunami%20SULAWESI.pdf (diakses tanggal 27 Oktober 2015)